Disusun
Oleh:
Kelompok :
4 (Empat)
Nama
/ NPM :
1. Ajeng
Nurfitriandini /
30414657
2.
Dwi Niko
Adhitia /
33414302
3.
Eben Haezer S. /
33414384
4.
Nur Amalia
Fitriani /
38414139
5.
Shafira
Andita /
3A414188
Kelas :
4ID10
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2017
PSSI (Persatuan
Sepakbola seluruh Indonesia) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai
organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI
betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti
dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5
tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI
lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak,
menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih - benih nasionalisme di
dada pemuda-pemuda Indonesia.
Awal
Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh
seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan
pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927
dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin
bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda "Sizten en Lausada"
yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu - satunya orang Indonesia
yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan
tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari
perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari
"Sizten en Lausada" ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan
sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari
sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan
para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat
sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan
pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita -
citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh
sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak
pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya
pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri -
ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya,
dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan
kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di
kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional
seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung
Karno), dan lain-lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi
atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19
April 1930, berkumpullah wakil - wakil dari VIJ (Sjamsoedin - mahasiswa RHS);
wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola
Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo;
Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB),
Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat
itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe
Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut
maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini
diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk,
Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya "menentang"
berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI
melahirkan "stridij program" yakni program perjuangan seperti yang
dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap
bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan
II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut
"Steden Tournooi" dimulai pada tahun 1931 di Surakarta.
Kegiatan sepakbola
kebangsaan yang digerakkan PSSI, kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X,
setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan - jalan atau
tempat - tempat dan di alun - alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan.
Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu,
sebagai apresiasi terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan" yang
digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion
Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin
mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga
pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI
(Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22
Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian
bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh
Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai
tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria "Winner Sport Club "
pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama
Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para
pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9
orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena
beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih
dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian
kerjasama yang disebut "Gentelemen's Agreement" yang ditandatangani
oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta.
Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera
NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara
sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942,
setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 - 1941, dan terpilih
kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan
PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian
dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula
menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres
PORI III di Yogyakarta (1949).
Perkembangan
PSSI
Pasca Soeratin ajang
sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia
persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain,
kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua
lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk
dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik,
menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang
menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada
cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya
membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu
kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita
telah tertinggal.
Padahal di era sebelum
tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat
internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto
Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah
memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang
diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
• Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola
dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola
dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola
dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola
dengan pemain yang berstatus amatir.
• Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola
dengan pemain:
• Dibawah usia 15 tahun (U-15)
• Dibawah usia 17 tahun (U-170
• Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
• Dibawah usia 23 tahun (U-23)
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
PSSI pun mewadahi
pertandingan - pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang
diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang,
pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai
dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang
diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan
dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON).
Pertandingan - pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar
negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun
telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah - daerah di seluruh Indonesia. Hal
ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat. Dalam
perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952
pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA,
selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football
Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean
Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat
menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun
1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan
mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep
Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I
tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu - satunya induk
organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah
Indonesia merdeka.
Struktur
Organisasi PSSI
Ketua Umum : Djohar Arifin Husin
Wakil Ketua Umum : La Nyalla M. Mattaliti
Anggota Komite Eksekutif :
1. Tony Apriliani
2. Erwin Dwi Budiawan
3. Robertho Rouw
4. Jamal Aziz
5. Zulfadli
6. Hardi Hasan
7. La Siya
Sekretaris Jenderal : Joko Driyono
Bendahara : Husni Hasibuan
Alamat Asosiasi Sepakbola Indonesia (PSSI)
Gelora Bung Karno Pintu X-XI, Senayan P.O. Box 2305
JAKARTA 10023
e-mail: pssi@pssi.or.id
Kegiatan
PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas
mengatur kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. Salah satu kegiatan Persatuan
Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Plan Internasional Indonesia Program
Area Timor bersama Rumah Solusi Beta Indonesia meluncurkan turnamen sepak bola
bagi anak perempuan (girls football). Kegiatan itu digelar di lapangan sepak
bola Pusat Penerangan Masyarakat di Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (22/6/2017).
Kegiatan itu dihadiri
oleh Ketua Departemen Sport Intelligent PSSI Fary Djemy Francis, Eksekutif
komite untuk sepak bola wanita PSSI Papat Yunisal, Bupati Timor Tengah Selatan
Paul Mela, Wakil Bupati Timor Tengah Utara Aloysius Kobes, Program Area Manager
Plan Internasional Indonesia Program Area Timor Imelda Adoe dan mantan penjaga
gawang Timnas era 80-an Mutia Dathau.
Turnamen ini merupakan
kelanjutan dari upaya inovatif Plan International Indonesia dalam mengampanyekan
pencegahan kekerasan pada anak termasuk yang berbasis gender melalui sepak
bola.
Turnamen dibuka dengan pertandingan persahabatan
antara tim sepak bola perempuan Timor Tengah Selatan melawan tim sepak bola
perempuan dari Timor Tengah Utara.
Ketua Departemen Sport
Intelligent PSSI Fary Djemy Francis mengatakan, kegiatan tersebut merupakan
komitmen dari Plan dan PSSI untuk menghasilkan pemain sepak bola perempuan
berprestasi dari NTT.
"Perlu diketahui bahwa saat ini PSSI tengah
menggalakkan sepak bola perempuan terutama usia dini," sebut Fary. Selain
itu, Plan dan PSSI juga berkomitmen menjadikan sepak bola sebagai pintu masuk
kesetaraan gender. Melalui sepak bola, masyarakat diberi pemahaman mengenai
berbagai hal seperti toleransi dan perdamaian.
Dia mencontohkan,
pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela membangun perdamian melalui sepak bola.
Fary yang juga pendiri Sekolah Sepak Bola Bintang Timur di Kabupaten Belu
menyebutkan bahwa para pemain tidak hanya belajar bermain bola, tetapi juga
dibekali dengan nilai-nilai kejujuran, percaya diri, persahabatan dan rendah
hati.
Proyek Girls Football ini
akan menyasar langsung pada 500 anak perempuan dari 20 SMP. Nantinya di tiap
SMP akan ada satu tim sepak bola anak perempuan. Tim ini akan
dilibatkan dalam kompetisi sepak bola anak perempuan di tingkat kabupaten dan
propinsi. Turnamen serupa pernah digelar Plan International Indonesia di
Jakarta, pada kurun waktu 2011-2013. Namun saat itu peserta pertandingan adalah
pelajar perempuan tingkat SMA/SMK, di mana selama tiga tahun berturut-turut,
pertandingan melibatkan 15 SMA/SMK Negeri Jakarta.
Imelda menyebutkan bahwa sebelumnya, di Jakarta, Wakil
Ketua PSSI Joko Driyono mengatakan bahwa PSSI mengapresiasi dan mendukung
tunamen Girls Football di area Timor. Bentuk dukungan PSSI itu antara lain
dengan menyediakan tenaga pelatih dan memberikan pelatihan teknis, peralatan
standar sepak bola, serta memantau kompetisi yang akan berjalan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar