Senin, 20 Oktober 2014

Kebudayaan Kepulauan Nias
Nama : Shafira Andita Sari Sunarwianto
NPM   : 3A414188
Kelas  : 1ID13
Latar belakang
         Budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.Seseorang yang merupakan penduduk Indonesia pasti masuk ke dalam suku tertentu. Suku yang terdapat di Indonesia sangat beragam, berjumlah ribuan.

Pulau Nias berpenduduk 701.800 Jiwa dengan kepadatan 131,9 2
dikenal di 
dunia luar baik dalam negri maupun luar negri sebagai suatu pulau yang menarik. Pulau 
Nias memiliki berbagai potensi yang menarik baik dari sumber daya alamnya (potensi 
alamnya), kependudukannya, kehidupan sosialnya, dan juga sejarah dan adat istiadatnya 
serta kebudayaanya. 

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.

SEJARAH SUKU NIAS
Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di media masa menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.

Pulau Nias berada di lingkaran terluar wilayah negara Republik Indonesia merupakan salah satu pulau dengan peradaban tertua di Indonesia yang dibuktikan dengan situs megalitik dan peninggalan bersejarah yang tersisa dari kehidupan nenek moyang orang Nias di masa lampau, dimana para sejarahwan dan arkeolog menyebutkan bahwa kebudayaan Nias merupakan kebudayaan megalitik yang tinggal sedikit bertahan hingga saat ini. Keunikan yang terlihat dari peninggalan budaya yang diwarisi oleh Ono Niha (sebutan untuk orang Nias) adalah bahwa ciri khas budaya, bahasa dan rasnya yang sangat jauh berbeda dengan suku-suku lainnya yang terdapat di Indonesia.
Nias terkenal karena ragam atraksi dan perayaannya. Atraksi yang paling terkenal adalah Tari Baluse (Tari Perang) dan Hombo Batu (Lompat Batu) yang sering diperagakan dalam menyambut para wisatawan, dimanaHombo Batu merupakan sebuah ritual penanda kedewasaan di zaman dulu yang melibatkan para pemuda yang harus melompati batu setinggi 210 cm yang bagian atasnya ditutupi dengan paku dan bambu runcing yang sudah ditajamkan (sekarang bagian atasnya tidak memakai paku dan bambu runcing karena berbahaya). Tujuan lainnya dari Hombo Batu ini adalah sebagai ajang latihan dan persiapan bagi para pemuda untuk melompati tembok pertahanan musuh ketika berperang (dahulu perang antar öri/kampung sering terjadi).

Perkembangan Nilai Kebudayaan Nias Zaman Sekarang

nilai budaya Nias (yang dimiliki oleh suku Nias) dalam 
komunitas masyarakat Nias sudah mengalami banyak perubahan akibat pengaruh budaya 
dari luar (luar komunitas) yang masuk dan bercampur dengan budaya asli dan juga akibat 
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat yang mengubah 
pola pikir dan cara hidup manusia. Akhirnya lama-kelamaan budaya daerah (asli) bisa 
hilang dan punah. Hal ini bisa dilihat dari makin sedikitnya masyarakat Nias (khususnya 
suku Nias) yang mengerti budaya aslinya yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang tinggi dan merupakan peninggalan dari nenek moyang masyarakat Nias. Demikian juga 
kalau dilihat kaum muda Nias, banyak yang sudah tidak mengerti adat istiadat dan juga 
kesenian tradisional nias, seperti tari-tarian daerah, musik tradisional dan juga seni-seni 
lainnya seperti memahat dan sebagainya.

Nilai Sejarah Kepulauan Nias yang Masih Ada

TARI PERANG (FOLUAYA)
Tari Perang atau Foluaya merupakan lambang kesatria para pemuda di desa – desa di Nias, untuk melindungi desa dari ancaman musuh, yang diawali dengan Fana’a atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan ronda atau siskamling. Pada saat ronda itu jika ada aba-aba bahwa desa telah diserang oleh musuh maka seluruh prajurit berhimpun untuk menyerang musuh. Setelah musuh diserang, maka kepala musuh itu dipenggal untuk dipersembahkan kepada Raja, hal ini sudah tidak dilakukan lagi karna sudah tidak ada lagi perang suku di Nias. Persembahan ini disebut juga dengan Binu. Sambil menyerahkan kepala musuh yang telah dipenggal tadi kepada raja, para prajurit itu juga mengutuk musuh dengan berkata “Aehohoi”yang berarti tanda kemenangan setelah di desa dengan seruan “Hemitae” untuk mengajak dan menyemangati diri dalam memberikan laporan kepada raja di halaman, sambil membentuk tarian Fadohilia lalu menyerahkan binu itu kepada raja. Setelah itu, raja menyambut para pasukan perang itu dengan penuh sukacita dengan mengadakan pesta besar-besaran. Lalu, raja menyerahkan Rai, yang dalam bahasa Indonesia seperti mahkota kepada prajurit itu. Rai dalam suku Nias adalah merupakan tanda jasa kepada panglima perang. Tidak hanya Rai yang diberikan, emas beku juga diberikan kepada prajurit-prajurit lain yang juga telah ikut ambil bagian dalam membunuh musuh tadi. Kemudian, raja memerintahkan “Mianetogo Gawu-gawu Bagaheni”, dengan fatele yang menunjukkan ketangkasan dengan melompat-lompat lengkap dengan senjatanya yang disebut Famanu-manu yang ditunjukkan oleh dua orang prajurit yang saling berhadap-hadapan. Seiring berkembangnya Zaman Tradisi ini dilakukan hanya pada hari hari tertentu atau untuk merayakan acara acara tertentu.
LOMPAT BATU (HOMBO BATU)



            Budaya Megalitik  yang masih asli di Nias sesuai namanya Megalitik atau batu besar, di Nias masih banyak Batu Batu besar di Desa desa di Nias. Batu – batu besar ini di gunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan tradisi Lompat Batu atau Hombo Batu. Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak jaman para leluhur ,di mana pada jaman dahulu mereka sering berperang antar suku sehingga mereka melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan yang konon cukup tinggi untuk dilompati. Seiring berkembangnya jaman, tradisi ini turut berubah fungsinya. Karena jaman sekarang mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi melainkan untuk ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias. Tradisi tersebut diadakan untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki di Nias sekaligus ajang menguji fisik dan mental para remaja pria di Nias menjelang usia dewasa. Tradisi lompat batu dilakukan pemuda Nias untuk membuktikan kalau mereka diperbolehkan untuk menikah. Batu yang harus dilompati berupa bangunan mirip tugu piramida dengan permukaan bagian atas datar. Tingginya tak kurang 2 meter dengan lebar 90 centimeter dan panjang 60 centimeter. Para pelompat melompati Batu besar itu melalui pijakan batu kecil sebelum melompati batu peninggalan masa lalu tersebut. Para pelompat tidak hanya sekedar harus melintasi tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki tehnik seperti saat mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah dapat menyebabkan akibat yang fatal seperti cedera otot atau patah tulang. Banyak pemuda yang bersemangat untuk dapat melompati batu besar ini.
TARI BURUNG(TARI MOYO)
Tari Moyo atau disebut juga dengan tari Elang yang terus mengepakkan sayapnya dengan lembut tanpa mengenal lelah, menaklukkan sesuatu yang bermakna bagis esamanya dan dirinya sendiri. Tarian ini melambangkan keuletan dan semangat secara bersama dalam mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan. Tari Moyo ini kadang dilaksanakan setelah atau sebelum acara atau perayaan – perayaan atas hari tertentu, bahkan untuk menyambut tamu di Nias sendiri.

Keunikan Kebudayaan Nias
 Li Niha; Atau Bahasa Nias.
Bahasa Nias atau disebut Li Niha. Meskipun bahasa Nias masih belum diketahui persis asal-usulnya, namun keunikan pada bahasa ini disetiap akhir kalimat atau kata, memiliki akhiran huruf vokal atau huruf hidup. Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a,i,u,e,o, ditambah dengan huruf ö (baca: “e”nam).

Bangunan Rumah Adat Nias
Omo Sebua adalah jenis rumah adat atau rumah tradisional dari Pulau Nias, Sumatra Utara. Omo sebua adalah rumah yang khusus dibangun untuk kepala adat desa dengan tiang-tiang besar dari kayu besi dan atap yang tinggi. Omo sebua didesain secara khusus untuk melindungi penghuninya daripada serangan pada saat terjadinya perang suku pada zaman dahulu. Akses masuk ke rumah hanyalah tangga kecil yang dilengkapi pintu jebakan. Bentuk atap rumah yang sangat curam dapat mencapai tinggi 16 meter. Selain digunakan untuk berlindung dari serangan musuh, omo sebua pun diketahui tahan terhadap goncangan gempa bumi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar