PENGERTIAN
POLITIK
Kata politik secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani yaitu “Politeai”. “Politeai” berasal dari kata“polis” yang
berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan “teai” yang
berarti urusan. Bahasa Indonesia menerjemahkan dua kata Bahasa Inggris yang
berbeda yaitu “politics” dan “policy” menjadi satu kata yang sama yaitu
politik. Politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara dan alat
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. Policy
diartikan kebijakan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap
dapat lebih menjamin tercapainya suatu usaha, cita-cita atau keinginan atau
tujuan yang dikehendaki. Politik secara umum adalah bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, meliputi
Pengambilan Keputusan (decision making), mengenai apakah yang menjadi tujuan
dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari
sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu perlu memiliki kekuasaan (power) dan wewenang
(authority), yang digunakan untuk membina kerjasama dan untuk menyelesaikan
konflik yang timbul dalam proses ini. Hal itu dilakukan baik dengan cara
meyakinkan (persuasif) maupun paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur paksaan
maka kebijaksanaan hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent)
belaka. Dari uraian tersebut diatas, politik membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan :
Negara
Kekuasaan
Pengambilan Keputusan
Kebijakan
Distribusi dan alokasi sumber daya
1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam
suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat yang paling utama
dan negara merupakan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah
yang berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginnannya. Dalam politik perlu diperhatikan bagaimana
kekuasaan itu diperoleh, dilaksanakan dan dipertahankan.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan sebagai aspek
utama dari politik, dan dlam pengambilan keputusan perlu diperhatikan siapa
pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat. Jadi politik
adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Keputusan yang diambil
menyangkut sektor publik dari suatu negara.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu
kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok politik dalam rangka
memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa
masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama
pula oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat yang dirumuskan dalam
kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.
5. Distribusi
Distribusi adalah pembagian dan
penjatahan nilai-nilai (Values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang
diinginkan, atau yang penting dengan demikian nilai harus dibagi secara adil.
Jadi politik itu membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai
secara mengikat.
PENGERTIAN
STRATEGI
Kata strategi berasal dari kata
“strategia” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “the art of general” atau
seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam peperangan. Karl Von
Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa startegi adalah pengetahuan tentang
penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu
sendiri merupakan kelanjutan dari politik. Dalam abad modern sekarang ini
penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang
panglima dalam peperangan saja, akan tetapi sudah digunakan secara luas
termasuk dalam ilmu ekonomi maupun di bidang olah raga. Arti strategi dalam
pengertian umum adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau tercapainya suatu
tujuan termasuk politik. Dengan demikian kata strategi tidak hanya menjadi
monopoli para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah meluas ke segala
bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu yang
menggunakan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan (ideologi, politik, ekonomi,
sos bud dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
DASAR
PEMIKIRAN PENYUSUNAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Dasar pemikirannya adalah pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional Landasan pemikiran
dalam sistem manajemen nasional ini penting artinya karenadidalamnya terkandung
dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.
PENYUSUNAN
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Politik dan strategi nasional yang
telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD
1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah dan
lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai “Suprastruktur
Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada
dalam masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur Politik”, yang mencakup
pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik,
organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group)
dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan infrastruktur
politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
STRATIFIKASI
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Berdasarkan stratifikasi dari politik
nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak.
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi
kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup :
penentuan UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk
merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan
puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai GBHN
dengan Ketetapan MPR.
b. Dalam hal-hal dan keadaan tersebut
yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15
UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula
kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan
nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa:
Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum.
a. Tingkat kebijakan umum merupakan
tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga
menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro
strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
Hasil-hasilnya dapat berbentuk :
Undang-Undang yang kekuasaan
pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal
5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
Peraturan Pemerintah untuk mengatur
pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden
(UUD 1945 pasal 5 (2)).
Keputusan atau Instruksi Presiden yang
berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang
pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan
nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 4 (1)).
Dalam keadaan tertentu dapat pula
dikeluarkan Maklumat Presiden.
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus.
Kebijakan khusus merupakan penggarisan
terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintah sebagai penjabaran terhadap
kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur
dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus terletak pada Menteri, berdasarkan
dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya. Hasilnya dirumuskan
dalam bentuk Peratuan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang
pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu
dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri.
4. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis.
Kebijakan teknis meliputi penggarisan
dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas dalam bentuk prosedur dan
teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Wewenang
pengeluaran kebijakan teknis terletak ditangan Pimpinan Eselon Pertama
Departemen Pemerintahan dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil
penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi
Pimpinan Lemabaga Non Departemen atau Direktorat Jenderaldalam masing-masing
sektor atau segi administrasi yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Didalam
tata laksana pemerintahan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama
Menteri bertugas untuk mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus Menteri
dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen. Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu
Departemen berkedudukan sebagai Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan
pengendalian ke dalam Departemen. Ia mempunyai wewenang pula untuk
mempersiapkan kebijakan khusus Menteri.
5. Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan membuat aturan di daerah
dikenal dua macam:
a. Penentuan kebijakan mengenai
pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak
pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah
yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah
tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan tersebut
dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi dan instruksi
Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya.
b. Penentuan kebijakan pemerintah
daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai
kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II, keputusan dan
instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku
sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati atau Wali Kota dan Kepala Daerah
Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala
Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Wali Kota/Kepala Daerah
Tingkat II.
POLITIK
PEMBANGUNAN NASIONAL DAN MANAJEMEN NASIONAL
1. Makna Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional merupakan usaha
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
tantangan perkembangan global. Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa
dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kukuh kekuatan moral
dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha
untuk meningkatkan kesejahreraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan ranggung
jawab seluruh rakyat Indonesia. Maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia
harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan
profesi dan kemampuan masing-masing.
Keikursertaan setiap warga negara
dalam pembangunan nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
mengikuti program wajib belajar, membayar pajak, melestarikan lingkungan hidup,
mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, menjaga
ketertiban dan keamanan, dan sebagainya.
Pembangunan nasional mencakup hal-hal
yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras, serasi, dan seimbang.
Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia
dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan batin.
Pembangunan yang bersifat lahiriah dilaksanakan
untuk memenuhikebutuhan hajat hidup fisik manusia, misalnya sandang,
pangan, perumahan, pabrik, gedung perkantoran, pengairan, sarana dan
prasarana transportasi dan olahraga, dan sebagainya. Sedangkan contoh
pembangunan yang bersifat batiniah adalah pembangunan sarana dan prasarana
ibadah, pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, dan
sebagainya. Untuk mengetahui bagaimana proses pembangunan nasional
ituberlangsung, kita harus memahami manajemen nasional yang te-rangkai dalam sebuah
sistem.
2. Manajemen Nasional
Manajemen nasional pada dasarnya
merupakan sebuah sistem, sehingga lebih tepat jika kita menggunakan istilah
“sistem manajemen nasional”. Layaknya sebuah sistem, pembahasannya
bersifat komprehensif-strategis-integral. Orientasinya adalah pada
penemuan dan pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strategis secara
menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian sistem manajemen nasional dapat
menjadi kerangka dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi
perkembangan proses pembelajaran {learning process) maupun
penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum
maupun pembangunan.
Pada dasarnya sistem manajemen
nasional merupakan perpaduan antara tata nilai, struktur, dan proses untuk
mencapai kehematan, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam
menggunakan sumber dana dan daya nasional demi mencapai tujuan nasional.
Proses penyelenggaraan yang serasi dan terpadu meliputi siklus kegiatan
perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (policy
implementation), dan penilaian hasil kebijaksanaan(policy
evaluation) terhadap berbagai kebijaksanaan nasional.
Secara lebih sederhana, dapat
dikatakan bahwa sebuah sistem sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan unsur,
struktur, proses, rungsi serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Unsur, Struktur dan Proses
Secara sederhana, unsur-unsur utama
sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi:
1) Negara sebagai “organisasi
kekuasaan” mempunyai hak dan peranan atas pemilikan, pengaturan, dan
pelayanan yang diperlukan dalam mewujudkan cita-cita bangsa, termasuk usaha
produksi dan distribusi barang dan jasa bagi kepentingan
masyarakat umum (public goods and services).
2) Bangsa Indonesia sebagai unsur
“Pemilik Negara” berperan dalam menentukan sistem nilai dan
arah/haluan/kebijaksanaan negara yang digunakan sebagai landasan dan
pedoman bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi negara.
3) Pemerintah sebagai unsur
“Manajer atau Penguasa” berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan umum dan pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan
serta pertumbuhan negara.
4) Masyarakat adalah unsur
“Penunjang dan Pemakai” yang berperan sebagai kontributor, penerima, dan
konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan
tersebut di atas.
Sejalan dengan pokok pikiran di atas,
unsur-unsur utama sistem manajemen nasional tersebut secara struktural
tersusun atas empat tatanan (setting). Yang dilihat dari dalam ke
luar adalah Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN),
Tata Politik Nasional (TPN), dan Tata Kehidupan Masyarakat (TKM). Tata
laksana dan tata administrasi pemerintahan merupakan tatanan dalam (inner
setting) dari sistem manajemen nasional (SISMENNAS).
Dilihat dari sisi prosesnya, SISMENNAS
berpusat pada satu rangkaian pengambilan keputusan yang berkewenangan,
yang terjadi pada tatanan dalam TAN dan TLR. Kata kewenangan di
sini mempunyai konotasi bahwa keputusan-keputusan yang diambil adalah
berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh si pemutus berdasarkan hukum. Karena
itu, keputusan-keputusan itu bersifat mengikat dan dapat dipaksakan (compulsory) dengan
sanksi-sanksi atau dengan insentif dan disinsentif tertentu yang ditujukan
kepada seluruh anggota masyarakat. Karena itu, tatanan dalam (TAN+TLP)
dapat disebut Tatanan Pengambilan Berkewenangan (TPKB).
Penyelenggaraan TPKB memerlukan proses
Arus Masuk yang dimulai dari TKM lewat TPN. Aspirasi dari TKM dapat
berasal dari rakyat, baik secara individual maupun melalui organisasi
kemasyarakatan, partai politik, kelompok penekan, organisasi kepentingan,
dan pers. Masukan ini berintikan kepentingan Rakyat. Rangkaian kegiatan
dalam TPKB menghasilkan berbagai keputusan yang terhimpun dalam proses
Arus Keluar yang selanjutnya disalurkan ke TPN dan TKM. Arus Keluar ini
pada dasarnya merupakan tanggapan pemerintah terhadap berbagai tuntutan,
tantangan, serta peluang dari lingkungannya. Keluaran tersebut pada
umumnya berupa berbaeai kebiiaksanaan yang lazimnya dituangkan ke dalam
bentuk-bentuk perundangan/ peraturan yang sesuai dengan permasalahan dan
klasifikasi kebijaksanaan serta instansi yang mengeluarkannya.
Sementara itu, terdapat suatu proses
umpan balik sebagai bagian dari siklus kegiatan fungsional SISMENNAS yang
menghubungkan Arus Keluar dengan Arus Masuk maupun dengan Tatanan
Pengambilan Keputusan Berkewenganan (TPKB). Dengan demikian secara prosedural
SISMENNAS merupakan satu siklus yang berkesinambungan.
Secara sederhana unsur-unsur utama
sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi :
a. Negara
Sebagai organisasi kekuasaan, negara
mempunyai hak dan kepemilikan, pengaturan dan pelayanan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa.
b. Bangsa Indonesia
Sebagai unsur pemilik negara, berperan
menentukan sistem nilai dan arah/haluan negara yang digunakan sebaga landasan
dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi negara.
c. Pemerintah
Sebagai unsur manajer atau penguasa,
berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan
kearah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.
d. Masyarakat
Sebagai unsur penunjang dan pemakai,
berperan sebagai kontributor, penerima dan konsumen bagi berbagai hasil
kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
3. Fungsi Sistem Manajemen
Nasional
Fungsi di sini dikaitkan dengan
pengaruh, efek atau akibat dari terselenggaranya kegiatan terpadu sebuah
organisasi atau sistem dalam rangka pembenahan (adaptasi) dan penyesuaian (adjustment) dengan
tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan mencapai
tujuan-tujuannya. Dalam proses melaraskan diri serta pengaruh-mempengaruhi
dengan lingkungan itu, SISMENNAS memiliki fungsi pokok: “pemasyarakatan
politik.” Hal ini berarti bahwa segenap usaha dan kegiatan SISMENNAS
diarahkan pada penjaminan hak dan penertiban kewajiban rakyat. Hak rakyat pada
pokoknya adalah terpenuhinya berbagai kepentingan. Sedangkan kewajiban rakyat
pada pokoknya adalah keikutsertaan dan tanggung jawab atas terbentuknya
situasi dan kondisi kewarganegaraan yang baik, di mana setiap warga negara
Indonesia terdorong untuk setia kepada negara dan taat kepada falsafah
serta peraturan dan perundangannya.
Dalam proses Arus Masuk terdapat dua
fungsi, yaitu pengenalan kepentingan dan pemilihan kepemimpinan. Fungsi
pengenalan kepentingan adalah untuk menemukan dan mengenali serta
merumuskan berbagai permasalahan dan kebutuhan rakyat yang terdapat pada struktur
Tata Kehidupan Masyarakat (TKM). Di dalam Tata Politik Nasional (TPN)
permasalahan dan kebutuhan tersebut diolah dan dijabarkan sebagai kepentingan
nasional.
Pemilihan kepemimpinan berfungsi
memberikan masukan tentang tersedianya orang-orang yang berkualitas untuk
menempati berbagai kedudukan dan jabatan tertentu dan menyelenggarakan
berbagai tugas dan pekerjaan dalam rangka TPKB.
Pada Tatanan Pengambilan Keputusan
Berkewenangan (TPKB), yang merupakan inti SISMENNAS, fungsi-fungsi yang
mentransformasikan kepentingan kemasyarakatan maupun kebangsaan yang bersifat
politis terselenggara ke dalam bentuk-bentuk administratif
untuk memudahkan pelaksanaannya serta meningkatkan daya guna dan
hasil gunanya. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1) Perencanaan sebagai rintisan
dan persiapan sebelum pelaksanaan, sesuai kebijaksanaan yang dirumuskan.a
2) Pengendalian sebagai
pengarahan, bimbingan, dan koordinasi selama pelaksanaan.
3) Penilaian untuk membandingkan
hasil pelaksanaan dengan keinginan setelah pelaksanaan selesai.
Ketiga fungsi TPKB tersebut merupakan
proses pengelolaan lebih lanjut secara strategis, manajerial dan
operasional terhadap berbagai keputusan kebijaksanaan. Keputusan-keputusan
tersebut merupakan hasil dari fungsi-fungsi yang dikemukakan sebelumnya, yaitu
fungsi pengenalan kepentingan dan fungsi pemilihan kepemimpinan yang
ditransformasikan dari masukan politik menjadi tindakan administratif.
PENGERTIAN,
PRINSIP DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH
1. Pengertian
Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa
Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau
aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip
Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F.
Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian
itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif
Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk
rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi
daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna
mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi
yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut,
menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah
memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan
sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar
pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat
berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau
kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi
daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat
tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius
(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan
politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan
perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk
menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah
senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa
ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek
Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam
pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur
rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat
pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah
daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri,
perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih
jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah
mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif
sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat
peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali
sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki
alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
2. Tujuan dan
Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah
adalah :
1. mencegah pemusatan kekuasaan.
2. terciptanya pemerintahan yang
efesien.
3. partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
kesetaraan politik ( political
equality ).
Tanggung jawab daerah ( local
accountability ).
Kesadaran daerah ( local
responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu
bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi
kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung
dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian
otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
Dari segi politik adalah
mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk
kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan
nasional;
Dari segi manajemen pemerintahan,
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan;
Dari segi kemasyarakatan, untuk
meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya
pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah
untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya
kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi daerah adalah :
1. untuk terciptanya efesiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. sebagai sarana pendidikan politik.
3. sebagai persiapan karier politik.
4. stabilitas politik.
5. kesetaraan politik.
6. akuntabilitas politik
https://gabriellaaningtyas.wordpress.com/2013/07/15/politik-dan-strategi-nasional/